Senin, 26 Maret 2012

Badai Meledak, Komet Mendekat

Jangan keburu merinding atau merasa horor dengan judul di atas. Yang pertama, situasi tersebut terjadi di Matahari. Dan yang kedua, Bumi tidak terdampak oleh badai maupun komet tersebut. 

Badai yang dimaksud adalah badai Matahari. Pada Rabu dinihari 14 Maret 2012 pukul 00:41 WIB, sebuah badai Matahari kuat meletup dari area yang berdekatan dengan tepi cakram Matahari. Badai Matahari kali ini dikategorikan sebagai badai Matahari kelas M7, sebab pada puncaknya menghasilkan guyuran sinar-X di Bumi dengan puncak intensitas 70 mikrowatt per meter persegi (pada rentang panjang gelombang 0,1 hingga hingga 0,8 nanometer). Badai tersebut meletup dari bintik Matahari AR 1429, salah satu bintik Matahari terbesar sejak siklus aktivitas Matahari ke-24 dimulai pada Desember 2008 silam. Bintik Matahari AR 1429 ini juga yang beberapa hari sebelumnya meletupkan badai Matahari kelas X5, badai Matahari terbesar yang mengarah ke Bumi sejak 2005. Badai Matahari kelas M7 ini melontarkan jutaan ton proton dan elektron berkecepatan tinggi dengan lintasan menyinggung Bumi dan bakal melintasi Bumi pada Kamis 15 Maret 2012 pukul 13:20 WIB (dengan plus-minus 7 jam). Berdasarkan kekuatan badainya, badai Mathari ini berpotensi memicu badai geomagnetik berskala kecil atau menengah (yakni skala G1 atau G2). Pada skala tersebut badai geomagnetik tidak berdampak bagi jaringan listrik dan komunikasi di Bumi.
Komet SWAN (tanda panah kuning) dalam citra LASCO C3 SOHO per 13 Maret 2012 pukul 19:42 WIB.

Berselang enam jam sebelum badai meletup, instrumen LASCO (Large Scale Coronagraph) C3 satelit pengamat Matahari SOHO merekam sebentuk titik cahaya yang unik di sisi kiri bawahnya. Tidak seperti bintik cahaya lainnya yang relatif bergerak dari kiri ke kanan secara mendatar bagi bintang ataupun hanya nongol sekali bagi noise akibat interaksi angin Matahari-sinar kosmik dengan sensor CCD (charged couple device) LASCO C3, bintik cahaya unik ini bergerak dari kiri bawah menuju ke kanan atas atau menuju ke posisi Matahari. Gerak ini merupakan ciri khas gerak komet, khususnya komet pelintas-dekat Matahari (sungrazer). Konfirmasi muncul setelah citra-citra LASCO C3 berikutnya secara gamblang memperlihatkan bintik cahaya itu memiliki bentukan ekor, tidak salah lagi, itu memang komet! Jadi, selagi Matahari mempunyai bintik raksasa di permukaannya yang siap meletupkan beberapa badai Matahari nan kuat, sebuah komet tak dikenal sedang bergerak mendekati Matahari dan amat mungkin bakal menerobos atmosfernya. 
Komet SWAN (tanda panah kuning) dalam citra LASCO C3 SOHO per 14 Maret 2012 pukul 00:56 WIB. Nampak badai Matahari mulai kelihatan menyembul dibalik koronagraf.

Komet itu adalah komet SWAN. Dinamakan demikian sebab komet ini pertama kali terdeteksi dalam citra yang dihasilkan instrumen SWAN (Solar Wind Anisotropies) milik satelit SOHO, yakni instrumen yang bertugas mengamati lingkungan sisi jauh Matahari (yakni yang berada di "belakang" Matahari dalam perspektif kita dari Bumi) dengan memanfaatkan pancaran sinar ultraungu matahari khususnya pada emisi Lyman alfa (121,6 nanometer) yang menyinari debu-debu antarplanet. Komet ini pertama kali dideteksi astronom amatir, ilmuwan non institusi dan pemburu komet dari Ukraina, Vladimir Bezugly, pada 8 Maret 2012 sebagai bintik cahaya terang yang tak biasa dalam citra SWAN. Pola pergerakan bintik cahaya ini memastikan bahwa komet tersebut adalah komet baru, yakni komet yang tak ada dalam katalog komet-komet yang pernah teramati. Komet baru ini sekaligus juga merupakan komet pelintas-dekat Matahari yang menjadi bagian keluarga komet Kreutz. Salah satu anggota keluarga komet ini yang paling menonjol adalah komet Lovejoy, komet sangat terang di akhir 2011 silam yangs ekaligus mencatat rekor sebagai komet paling terang dalam lima tahun terakhir. Sayangnya tidak seperti komet Lovejoy, profil orbit komet SWAN tidak bisa diidentifikasi karena data-data observasi kurang mencukupi. Yang jelas, seperti halnya komet Lovejoy, komet ini pun bakal menerobos atmosfer Matahari (korona) yang panas menggidikkan. 
Komet SWAN (tanda panah kuning) dalam citra LASCO C3 SOHO per 14 Maret 2012 pukul 06:30 WIB. Nampak badai Matahari sudah mengalir dan pancaran sinar X-nya melewati debu antarplanet menghasilkan guyuran elektron yang memproduksi noise pada citra (garis-garis putih).

 Komet terus bergerak mendekati Matahari menyusuri orbitnya (yang kemungkinan besar adalah orbit sangat lonjong/ellips dengan eksentrisitas orbit sangat besar hingga mendekati 1) guna menuju perihelionnya. Komet SWAN nampaknya tidak terpengaruh letupan badai Matahari kelas M7 yang dipancarkan bintik Matahari AR 1429. Ini bisa dipahami karena lintasan badai Matahari tidak berpotongan dengan lintasan komet. Hingga Kamis 15 Maret 2012 pukul 04:30 WIB, instrumen LASCO satelit SOHO masih merekam gerak komet SWAN. Meski tidak seterang komet Lovejoy di akhir 2011 silam, namun diyakini tingkat terang komet ini bakal menanjak sehingga menempati posisi kedua di bawah komet Lovejoy. Meskipun begitu komet SWAN tak bakal bisa kita lihat dengan cara apapun, kecuali mengandalkan satelit pemantau Matahari.
Komet SWAN terlihat cukup jelas dalam citra LASCO C2 SOHO per 15 Maret 2012 pukul 04:36 WIB.

Bagaimana nasib komet ini jika telah menerobos atmosfer Matahari? Model matematis yang sempat disusun mengindikasikan komet bakal musnah sepenuhnya akibat penguapan brutal oleh suhu yang sangat tinggi di lingkungan atmosfer Matahari, yang mencapai 3 hingga 4 juta derajat Celcius. Namun ini bukan suatu hal yang pasti. Kasus komet Lovejoy, yang melintas hanya 131 ribu km dari permukaan Matahari, ternyata bisa lolos dari ancaman penghancuran total dalam situasi suhu sangat tinggi. Meskipun kecil, peluang serupa barangkali juga dimiliki oleh komet SWAN. 

Berbahayakah komet SWAN bagi Bumi? Tidak. Sebab sebagai komet pelintas-dekat Matahari, lintasan komet seperti ini tidak pernah berpotongan dengan orbit Bumi. Sehingga peluang bertabrakan dengan Bumi adalah nol. Lho, bukankah kehadiran komet di langit adalah indikasi bakal datangnya bencana di Bumi, meski lintasan komet tak memotong orbit Bumi? Ah itu khan hanya anggapaan kuno yang tak berdasar dari era Aristoteles 2 ribu tahun silam.

Hilaal Jumadil Ula 1433 H untuk Indonesia, Sebuah Prediksi

Salah satu problem besar Umat Islam kontemporer, termasuk di Indonesia, adalah belum berhasilnya mendefinisikan hilaal secara komprehensif. Umumnya kita baru memperbincangkan hilaal (sekaligus meributkannya) ketika tiga waktu suci sudah menjelang : awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Perbincangan umumnya dipungkasi klaim mana yang paling akurat atau mana yang paling tepat, yang hampir semuanya hanya menjustifikasikan dirinya pada tafsir-tafsir dari teks suci tanpa dilengkapi data-data penelitian yang valid dan reliabel. Belakangan keributan bahkan menjalar lebih jauh pada klaim apakah Bulan purnama bisa dikategorikan sebagai tanggal 15 Hijriyyah atau tidak, yang lagi-lagi tanpa ditunjang data.

Apa itu hilaal? Sebagian dari kita akan menjawabnya sebagai Bulan dalam fase sabit yang paling muda. Namun apa bedanya hilaal dengan Bulan sabit? Ini yang belum dielaborasi sejauh ini. Dalam astronomi, definisi Bulan sabit amat jelas, yakni Bulan dengan fase kurang dari 50 % atau kurang dari Bulan separo. Dari definisi ini jelas hilaal merupakan aspek khusus dari Bulan sabit. Namun apa yang membuat hilaal menjadi berbeda dibandingkan Bulan sabit pada umumnya sejauh ini belum kita (baca : Umat Islam) elaborasi dan simpulkan bersama.

Pun demikian dengan teks "..fain ghumma.." dalam al-Hadis, yang diterjemahkan sebagai tertutupi. Tertutupi apa? Sebagian dari kita dengan cepat akan menjawabnya tertutupi oleh awan. Namun jawaban ini hanyalah khas Indonesia dan negara-negara berpenduduk Muslim lainnya yang terletak di kawasan tropis dan atau berada di kawasan maritim. Tempat-tempat tersebut terkenal memiliki jumlah hari tutupan awan (yakni hari-hari dimana awan membentang menutupi langit) yang tinggi. Namun ternyata tidak semua tempat memiliki jumlah hari tutupan awan yang tinggi. Bahkan di kawasan beriklim gurun, jumlah hari tutupan awan sangat rendah. Padahal di kawasan beriklim gurun inilah, tepatnya di Arabia, Islam lahir dan berkembang. Di Madinah misalnya, jumlah hari tutupan awan selama setahun tidak lebih dari 10 hari. Bahkan hari hujan per tahun hanya 2 atau 3 hari. Jika hal ini diektrapolasikan ke masa kehidupan Nabi SAW dengan prinsip the present is key to the past, masih tepatkah kita menyebut fain ghumma sebagai tertutupi awan? Di sisi lain, salah satu kamus Bahasa Arab menerjemahkan fain ghumma sebagai cahaya yang tertutupi cahaya. 

Atas dasar itulah sebuah kampanye observasi hilaal diselenggarakan di Indonesia sejak 2007 dan masih berlangsung sampai sekarang. Kontributor kampanye observasi ini beragam, mulai dari astronom, astronom amatir, eksponen Badan Hisab dan Rukyat di berbagai daerah, pegawai kementerian Agama, pegiat ilmu falak, santri, mahasiswa, guru hingga pengasuh pondok pesantren yang menggabungkann diri dalam jejaring Rukyatul Hilal Indonesia (RHI). Jejaring memiliki semangat: berusaha mewujudkan penyatuan kalender Hijriyyah untuk Indonesia yang dimulai pada langkah paling mendasar : mengumpulkan data visibilitas guna membentuk Basisdata Visibilitas Hilaal Indonesia (BDVHI). Observasi dilaksanakan dengan metode yang sama dan memiliki status sama antara yang berperlengkapan bantu (binokuler, teodolit atau teleskop) maupun tidak, sepanjang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Dari ratusan data observasi yang telah masuk membentuk BDVHI yang dibedakan antara data terlihat dan tak terlihat serta diperbandingkan dengan data terseleski dari basis data internasional (seperti dari ICOP atau basis data Yallop), maka hilaal sejauh ini telah bisa didefinisikan dengan lebih pasti. Hilaal adalah Bulan pasca konjungsi yang terbenam dalam tempo antara 24 menit hingga 40 menit pasca terbenamnya Matahari. Definisi ini tetap menjadikan hilaal sebagai aspek khusus dari Bulan sabit, namun juga sekaligus memberikan batasan tegas (yang mencakup batas bawah dan batas atas) yang membedakannya dengan Bulan sabit. Dalam definisi ini maka Bulan yang terbenam kurang dari 24 menit pasca terbenamnya Matahari tidak bisa dikategorikan sebagai hilaal, melainkan harus didefinisikan ulang sebagai Bulan gelap atau mahaqq. Sementara Bulan yang terbenam lebih dari 40 menit pasca terbenamnya Matahari juga bukan hilaal, melainkan Bulan sabit. 

Dari usulan definisi ini, jika diurutkan dari saat konjungsi hingga Bulan separo, maka fase-fase Bulan memiliki nama : Konjungsi-Bulan gelap-hilaal-Bulan sabit-Bulan separo. Urutan ini lebih spesifik dan lebih memiliki arti ketimbang urutan lama : Konjungsi-Bulan sabit-Bulan separo.

Dari basis data yang sama juga telah terbentuk kriteria visibilitas baru, yang untuk sementara disebut kriteria RHI. Pada dasarnya, hilaal menurur kriteria ini adalah Bulan yang telah memenuhi minimal dua parameter dari sebuah titik-amat di permukaan Bumi, yakni memenuhi selisih tinggi minimum antara Bulan dan Matahari dan memenuhi selisih azimuth antara Bulan dan Matahari. Bertentangan dengan persepsi umum selama ini, selisih tinggi minimum Bulan dan Matahari agar terkategorikan sebagai hilaal ternhyata bervariasi mengikuti nilai selisih azimuthnya.

Jumadil Ula 1433 H

Konjungsi akan terjadi pada 22 Maret 2012 pukul 21:37 WIB. Menurut hisab urfi, 29 Rabiuts Tsani 1433 H akan bertepatan dengan 23 Maret 2012, sehingga siapapun yang berkehendak untuk melaksanakan rukyatul hilaal maupun melaksanakan perhitungan, sebaiknya melakukannya pada 23 Maret 2012 saat maghrib.

Menggunakan titik-amat Pos Observasi Bulan (POB) Pelabuhan Ratu (Jawa Barat), maka pada saat maghrib 23 Maret 2012 (yang bertepatan dengan pukul 18:00 WIB), umur Bulan mencapai 20,4 jam dengan tinggi Bulan (terhitung dari titik pusat Matahari dan mengabaikan pembiasan oleh atmosfer Bumi) sebesar 4,9 derajat dengan selisih azimuth Bulan - Matahari 8,23 derajat dengan Bulan berada di sebelah utara Matahari. Plotting ke dalam kurva kriteria RHI menunjukkan Bulan tepat berada di garis batas kriteria, sehingga peluang terlihatnya Bulan pada saat itu adalah kecil. 
Plotting posisi Bulan dan Matahari terhdap garis kriteria RHI (garis putus-putus).

Kecilnya peluang terlihatnya Bulan juga dicerminkan oleh karakteristik sabit Bulan pada saat itu. Dengan lebar sabit Bulan tertebal hanya 0,24 menit busur maka panjang sabit Bulan yang bisa diamati dari Bumi (dengan memperhitungkan serapan atmosfer dan batas resolusi alat optik yang digunakan) hanyalah 4 derajat. Sedmentara analisis terhadap data dalam BDVHI menyimpulkan panjang sabit Bulan minimum agar observasi mungkin dilakukan adalah jika lebih dari 30 derajat. Sehingga angka 4 derajat tersebut masih jauh di bawah ambang batas, senyampang Bulan pada saat itu memiliki fase 0,8 %. Kecilnya peluang terlihatnya Bulan juag tercermin lagi oleh lama Bulan di atas horizon (atau selisih waktu antara terbenamnya Matahari dengan terbenamnya Bulan), yakni hanya 22 menit. Nilai ini di bawah ambang batas 24 menit. Sehingga sulit menempatkan Bulan pada 23 Maret 2012 maghrib di Pelabuhan Ratu dengan ciri-ciri demikian sebagai hilaal.
Bentuk sabit Bulan per 23 Maret 2012 saat maghrib dari Pelabuhan Ratu (Jawa Barat)

Perbandingan dengan kriteria visibilitas internasional seperti kriteria Odeh ternyata menyajikan hasil serupa. Garis batas kriteria RHI ternyata hampir berimpit dengan garis kriteria Odeh yang membatasi kawasan yang takkan dapat melihat Bulan (meski dengan alat tercanggih dan terkuat sekalipun) dengan kawasan yang hanya bisa melihat Bulan menggunakan alat bantu optik (teleskop, teodolit). Per 23 Maret 2007, hilaal hanya bisa dilihat mata tanpa alat bantu optik bagi mereka yang berada di kawasan Eropa, Afrika Utara, Amerika Utara dan Amerika Tengah.
Perbandingan kriteria RHI dan Odeh per 23 Maret 2012. A = kawasan yang tak bisa melihat Bulan dengan cara apapun, B = kawasan yang mungkin bisa melihat Bulan hanya dengan teleskop/teodolit, C = kawasan yang mungkin bisa melihat Bulan tanpa teleskop/teodolit dan D = kawasan yang mudah melihat Bulan tanpa teleskop/teodolit.

Napoleon dan Arah Kiblat

Napoleon Bonaparte, siapa yang tak kenal? Le petit generale alias jenderal cebol yang kemudian jadi kaisar pertama Perancis yang berhasil menguasai hampir seluruh Eropa daratan (kecuali Rusia). Napoleon juga menjadi salah satu ironi terbesar Revolusi Perancis. Semula revolusi yang diawali dengan penyerbuan penjara Bastille itu bertujuan meruntuhkan kekuasaan absolut maharaja Louis XVI dan permaisurinya yang superboros : Marie Antoinette. Namun belakangan revolusi justru dipungkasi dengan pelantikan Napoleon Bonaparte sebagai kaisar dengan kekuasaan mutlak (absolut). 

Napoleon amat dikenal dengan ambisinya menguasai seluruh daratan Eropa, ambisi yang membawa Perancis pada peperangan terus menerus khususnya melawan Inggris dan kekaisaran Rusia. Setelah mampu menyapu daratan Eropa dalam sekejap, serbuannya ke Rusia berantakan akibat oleh cuaca buruk dan berjangkitnya wabah penyakit, peristiwa yang dipicu oleh letusan katastrofik Gunung Tambora 1815 di Indonesia. Sempat digulingkan dari tampuk kekaisaran dan diasingkan ke pulau Elba, belakangan Napoleon berhasil meloloskan diri dan meraih kekuasaannya kembali, sebelum kemudian pertempuran besar di Waterloo menghentikan langkahnya dan menjadikannya tawanan perang hingga akhir hayatnya.
Gambar 1 Champ Elysees di waktu malam dengan monumen Arc de Triomphe di latar belakang.

Salah satu monumen peninggalan Napoleon adalah Champ Elysees, jalan raya sepanjang +/- 2 km yang menjadi poros utama kota Paris. Di sinilah bangunan-bangunan bersejarah kota Paris berdiri, seperti Place de la Concorde, monumen Obelisk Luxor, patung Napoleon dan monumen Arc de Triomphe yang menjadi simbol kemenangan Napoleon. Sehingga Champ Elysees dikenal juga sebagai poros historis Paris. 

Amat mengesankan, jalan lurus yang menjadi poros utama kota Paris ini ternyata tidak membentang dalam arah mataangin utama (utara-selatan atau barat-timur) yang umumnya menjadi patokan arah poros tradisional, meskipun kota Paris dinyatakan sebagai kota tempat melintasnya Garis Bujur Utama atau Meridian Utama atau Garis Mawar (sebelum keputusan konferensi meridian 1884 yang menetapkan garis itu melintasi Greenwich di dekat London, Inggris). Champ Elysees ternyata membentang ke arah tenggara. Jika dicek dengan Google Earth, poros utama Paris ini membentang menuju azimuth 115 (catatan : dalam sistem azimuth, maka utara = 0, timur = 90, selatan = 180 dan barat = 270). Tak ada penjelasan mengapa Champ Elysees mengarah ke azimuth ini.
Champ Elysees dilihat dengan Qibla Locator. Perhatikan, arah orientasi Champ Elysees hampir sejajar dengan arah kiblat Paris. Koordinat yang diperlihatkan adalah titik dekat Arc de Triomphe.

Barulah setelah dicek dengan Qibla Locator (http://www.rukyatulhilal.org/qiblalocator), misteri arah Champ Elysees sedikit terkuak. Champ Elysees ternyata hampir sejajar dengan arah kiblat untuk kota Paris dan hanya berselisih 5 derajat. Arah kiblat Paris berada pada azimuth 119 dengan jarak pisah ke Ka'bah sejauh 4.500 km. Kesesuaian ini cukup mengagumkan, mengingat cukup banyak masjid kuno di seantero Eropa yang arahnya tidak berimpit dengan arah kiblat. Problem ini pun juga muncul di Indonesia, dimana antara 3 hingga 4 dari 5 masjid di Indonesia tidak sesuai dengan arah kiblat setempat. 

Mengapa Champ Elysees mengarah ke kiblat? Konon, ini merupakan bagian darikekaguman  Napoleon Bonaparte terhadap peradaban Islam. Sejak Napoleon masih jadi perwira Perancis di Mesir, ia amat terkesan dengan Islam dan seluk-beluknya meski secara tradisional Perancis adalah musuh bebuyutan seluruh imperium Islam sejak era Perang Salib. Pengangkatannya menjadi kaisar Perancis memungkinkannya mengimplementasikan kekagumannya dalam berbagai aspek, mulai dari penyusunan Code Napoleon hingga tata kota Paris, termasuk pembangunan Champ Elysees. 

Bagaimana sebenarnya konsep arah kiblat? Dan bagaimana pula tata cara pengukurannya yang baku? Silahkan disimak lebih lanjut dalam buku setebal 303 + xv halaman yang berjudul "Sang Nabi Pun Berputar : Arah Kiblat dan Tata Cara Pengukurannya" terbitan Tinta Medina (Tiga Serangkai Group) Surakarta.

Menimbang Ulang Penyatuan Zona Waktu Indonesia

Penyatuan zona waktu Indonesia. Itulah salah topik panas yang berkembang pada pekan pertama Maret 2012. Idenya adalah agar seluruh wilayah Indonesia tanpa terkecuali memiliki jam yang menunjuk pada angka yang sama untuk saat yang sama dimanapun manusia Indonesia berada. Tidak seperti sekarang, saat negeri ini memiliki tiga zona waktu berbeda yakni Waktu Indonesia bagian Barat (WIB), bagian Tengah (WITA) dan bagian Timur (WIT). Tiap-tiap zona waktu berselisih satu jam, sehingga tatkala di Banda Aceh masih jam 07:00, di Balikpapan sudah jam 08:00 sementara di Jayapura jarum jam menunjuk angka 09:00. Kondisi ini membingungkan dan tidak efisien, terlebih tatkala dunia mulai 'mendatar' oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang luar biasa yang menjadikan Indonesia hanyalah bagian dari 'desa global' ala Marshall Mc Luhan. Dalam konteks itu, kesamaan waktu dipandang memberikan manfaat lebih untuk tertib dan efisiensi administrasi pemerintahan maupun non-pemerintahan serta kegiatan ekonomi. Dengan penyatuan zona waktu maka baik Banda Aceh, Balikpapan maupun Jayapura akan menunjukkan jam yang sama (misalnya jam 07:00) pada saat yang sama. Jam masuk kantor dan aktivitas bisnis pun akan seragam sehingga meningkatkan efisiensi.

Meski terkesan mendadak, wacana penyatuan zona waktu di Indonesia sebenarnya sudah dimunculkan sejak lama. Dalam catatan penulis pada buku setebal 303 + xv halaman yang berjudul "Sang Nabi Pun Berputar : Arah Kiblat dan Tata Cara Pengukurannya" terbitan Tinta Medina (Tiga Serangkai Group) Surakarta, penyatuan zona waktu Indonesia akan melahirkan WKI (Waktu Kesatuan Indonesia) dan secara otomatis menghapuskan eksistensi WIB, WITA maupun WIT. WKI akan berpatokan pada GMT + 8 (atau sama dengan zona WITA pada saat ini) dan merupakan bagian dari rekonfigurasi zona waktu di kawasan Asia Tenggara dalam rangka pembentukan ACT (ASEAN Common Time) alias waktu standar ASEAN. Seperti halnya WKI, ACT juga akan berpatokan pada GMT + 8. 

Pengaturan zona waktu dunia memang telah mengalami pergeseran, dari yang dulu berada dalam ranah astronomis menjadi ranah politis-ekonomis di masa kini. Secara astronomis rumus dasar pengaturan zona waktu dunia cukup sederhana. Bumi berputar pada sumbunya sehingga setiap titik di permukaan Bumi (kecuali kutub utara dan selatan) pada hakikatnya akan berputar tepat 360 derajat terhadap sumbu rotasi Bumi. Periode rotasi Bumi rata-rata adalah 24 jam. Ini adalah angka rata-rata, sebab nilai senyatanya bervariasi dimana pada satu kesempatan bisa lebih dari 24 jam dan di lain waktu bisa kurang dari 24 jam. Dalam astronomi, selisih periode rotasi Bumi senyatanya dengan nilai rata-rata dinamakan perata waktu atau equation of time atau ta'diluzzaman, yang amat penting peranannya dalam penentuan waktu Matahari (istiwa').

Dengan periode rata-rata 24 jam, maka permukaan Bumi dibagi ke dalam 24 zona waktu dengan tiap zona berselisih 360/24 = 15 derajat bujur dibanding zona-zona waktu lainnya yang bersebelahan dengannya. Perselisihan internasional (khususnya antara Inggris, Perancis dan AS) sempat timbul tatkala muncul problem dimana garis bujur acuan (alias Garis Bujur Utama atau Prime Meridian atau Garis Mawar/Rose Line) harus diletakkan. Sebab berbeda dengan garis-garis lintang, tak ada cara obyektif guna menentukan posisi tiap garis bujur sehingga hanya bisa didasarkan pada kesepakatan manusia. Dan ini membuka peluang negara-negara yang berkepentingan untuk saling bersaing. Persaingan dimenangi Inggris lewat Konferensi Meridian Internasional 1884 di Washington (AS), sehingga Garis Bujur Utama adalah garis utara-selatan yang melintasi kompleks Royal Observatory of Greenwich. Konsekuensinya muncul GMT (Greenwich Mean Time) sebagai patokan waktu dunia, meski belakangan kemudian digantikan UT (Universal Time). Kemenangan Inggris, yang diraih secara voting, menjengkelkan Perancis sebagai saingan beratnya. Sehingga selama beberapa belas tahun kemudian Perancis bersikukuh tetap menggunakan Garis Bujur Paris (yang melintasi Observatorium Paris) sebagai acuan. Barulah di akhir Perang Dunia I Perancis mengalah dan mengacu pada garis bujur Greenwich setelah geopolitik Eropa berubah total. 

Rumusan astronomis tentang jumlah zona waktu bagi suatu negara pun cukup sederhana. Jumlah zona waktu adalah jarak bujur, yakni selisih antara garis bujur terbarat dan tertimur dalam negara tersebut, dibagi 15. Sehingga bagi negara seperti Indonesia yang jarak bujurnya 46 derajat, maka jumlah zona waktunya menjadi 46/15 ~ 3 dan inilah yang mendasari adanya tiga zona waktu Indonesia (WIB, WITA dan WIT). Meski demikian kebijakan penentuan zona waktu diserahkan kepada kepentingan masing-masing negara. Makanya jangan heran, pada masa Hindia Belanda wilayah Indonesia memiliki 6 (enam) zona waktu yang masing-masing berselisih setengah jam. Apa yang sekarang dikenal sebagai zona WIB pada saat itu terbagi ke dalam dua zona waktu berbeda. Sehingga jika di Jakarta (Batavia) sudah pukul 07:00, maka di Banda Aceh baru pukul 06:30. Baru pada 1973 dilakukan penyederhanaan zona waktu menjadi 3 seperti sekarang berdasarkan Keputusan Presiden. Sebuah perbaikan kecil dilakukan pada 1988 dengan mengkonfigurasi ulang batas antara zona WIB dan WITA. Bali, yang semula menjadi bagian zona WIB,  dimasukkan ke dalam zona WITA. Sementara pulau Kalimantan yang semula masuk zona WITA menjadi terbelah dua, dimana Kalimantan Barat dan Tengah masuk ke dalam zona WIB sementara Kalimantan Timur dan Selatan tetap di zona WITA. Jika penyederhanaan 1973 lebih karena efisiensi birokrasi, maka revisi 1988 bertulangpunggungkan kepentingan ekonomi khususnya untuk Bali. 

Lebih lanjut, "Sang Nabi Pun Berputar..." memaparkan kasus serupa dijumpai pula di mancanegara. Republik Rakyat Cina misalnya, yang memiliki jarak bujur 60 derajat, seharusnya memiliki 4 zona waktu. Namun sejak berdirinya di 1949, Cina menetapkan hanya ada satu zona waktu yang berlaku baik dari Tibet di barat hingga Mansyuria di timur. Zona waktu Cina setara dengan zona WITA kita. Negara kecil seperti Singapura misalnya, yang berdekatan dengan pulau Sumatra dan seharusnya zona waktunya setara dengan zona WIB kita, ternyata memilih menggunakan zona waktu setara WITA kita karena alasan ekonomi. Pun Malaysia, yang wilayahnya membentang dari Semenanjung Malaya (sejajar pulau Sumatra) hingga Kalimantan Utara dan seharusnya memiliki dua zona waktu, ternyata hanya menggunakan satu zona waktu yakni setara WITA. 

Karena penetapannya berdasarkan kepentingan tiap negara, maka perlahan-lahan pertimbangan politis-ekonomis menggantikan pertimbangan astronomis dalam urusan zona waktu. Hal ini amat menonjol di kawasan Pasifik, tempat dimana garis bujur 180 derajat (baik bujur barat maupun timur) melintas yang secara konsensus menjadi Garis Batas Tanggal Internasional (International Date Line atau IDL). Bagi negara-negara kecil yang terserak di Samudera Pasifik, keberadaan garis bujur 180 derajat amat menjengkelkan karena membelah kawasan mereka. Kiribati misalnya, mengalami situasi seperti itu dimana terdapat tiga zona waktu Kiribati, masing-masing barat (GMT+12), tengah (GMT-12) dan timur (GMT-11). Maka jika di zona waktu Kiribati barat sedang tanggal 1 Januari 1980 pukul 07:00 misalnya, di zona waktu tengah justru masih tanggal 31 Desember 1979 pukul 07:00 dan di timur juga tanggal 31 Desember 1979 namun masih pukul 06:00. Namun karena secara politis tak diperhitungkan dalam percaturan dunia, Kiribati tak punya kuasa untuk mempersoalkan posisi Garis Bujur Greenwich (yang berimplikasi pada posisi garis bujur 180 derajat). Sehingga Kiribati mengambil langkah kreatif: mendeklarasikan seluruh zona waktunya terletak pada tanggal yang sama per 1 Januari 1995. Konsekuensinya rumus zona waktu Kiribati berubah menjadi GMT+12 (barat), GMT+13 (tengah) dan GMT+14 (timur). Sehingga garis IDL di Kiribati pun berbelok ke timur sejauh lebih dari 3.000 km terhadap posisi garis bujur 180 derajat. Sehingga zona waktu dunia pun berubah dari 24 menjadi 26. Belakangan langkah ini diikuti Samoa dan kepulauan Tokelau per 1 Januari 2012, masing-masing menjadi zona waktu GMT+14 dan GMT+13, dengan menghapus hari Jumat tanggal 30 Desember 2011. Langkah serupa sebelumnya dilakukan Kep. Tonga yang menggeser zona waktunya menjadi GMT+13 (semula GMT+12). 

Implikasi Serius

Dalam konsep Waktu Kesatuan Indonesia (WKI), di seluruh Indonesia hanya ada satu zona waktu yakni zona WKI yang setara dengan GMT+8. Implikasinya jam kerja administrasi/birokrasi/lembaga di seluruh Indonesia akan sama, yakni masuk pada jam 07:00 dan pulang pukul 16:00 (asumsi lima hari kerja) dengan waktu istirahat siang pukul 12:00 hingga 13:00. Ketentuan ini berlaku secara homogen dari Banda Aceh di barat hingga Jayapura di timur. Sehingga takkan ada waktu terbuang dalam kepentingan administrasi/ekonomi di kedua tempat, yang selama ini sering terjadi akibat adanya perbedaan zona waktu. Maka bakal tercipta sebuah efisiensi yang disebut-sebut mampu menghemat dana hingga trilyunan rupiah. 

Namun penerapan WKI membawa sejumlah implikasi serius setidaknya pada dua hal. Pertama, terkait waktu Matahari dan ritme kerja. Waktu Matahari adalah waktu intrinsik yang dimiliki Matahari oleh posisinya akibat rotasi Bumi, yang nampak secara gamblang dalam terbit dan terbenam. Waktu Matahari ini amat berbeda-beda bagi setiap kawasan di Indonesia. Meski waktu Matahari tidak terganggu oleh rekonfigurasi zona waktu di bagian Bumi manapun, namun aplikasi setempatnya dalam waktu sipil akan turut berubah. Di sini penulis mengambil contoh untuk kota Banda Aceh (Aceh), Semarang (Jawa Tengah) dan Jayapura (Papua). Untuk Banda Aceh, dalam posisi zona WIB Matahari terbit secara bervariasi sepanjang tahun di antara pukul 06:30 hingga 07:00 waktu sipil setempat. Makanya sebagian institusi di Banda Aceh memberlakukan jam masuk pada pukul 08:00. Jika Banda Aceh berubah ke posisi WKI, maka terbitnya Matahari bergeser di antara pukul 07:30 hingga 08:00 waktu sipil setempat. Artinya jika jam masuk kerja di sini dipaksakan pada pukul 07:00, maka sebagian institusi sudah harus buka bahkan sebelum Matahari terbit. Secara psikologis situasi ini jelas tidak nyaman karena hari masih gelap. Orang lebih bisa menerima beban kerja hingga melebihi batas waktu terbenamnya Matahari ketimbang sebaliknya. 
Kurva awal waktu Dhuhur sepanjang tahun dan rentang waktu jam istirahat siang untuk kota Banda Aceh. Atas : pada posisi zona WIB untuk sebagian institusi yang menerapkan istirahat pukul 13:00 hingga 14:00. Bawah : pada posisi zona WKI dengan rentang waktu istirahat yang penulis usulkan.

Kurva Matahari terbit sepanjang tahun dan fenomena sekelilingnya (waktu Imsak, Shubuh dan Dhuha) beserta garis waktu jam masuk kerja untuk kota Banda Aceh. Atas : pada posisi zona WIB untuk sebagian institusi yang menerapkan jam masuk pukul 08:00. Bawah : pada posisi zona WKI dengan jam masuk yang penulis usulkan.

Hal tersebut memang tidak terlihat di Semarang. Pada posisi zona WIB, Matahari terbit di Semarang sepanjang tahun secara bervariasi di antara pukul 05:00 hingga 05:30 waktu sipil setempat. Jika Semarang berubah ke posisi WKI, maka terbitnya Matahari bergeser di antara pukul 06:00 hingga 06:30 waktu sipil setempat. Maka tidak begitu bermasalah jika jam masuk kerja ditetapkan pada pukul 07:00 karena hari sudah terang. Pun demikian bagi Jayapura. Pada posisi zona WIT, Matahari terbit di Jayapura sepanjang tahun secara bervariasi di sekitar pukul 05:30 waktu sipil setempat. Jika berubah ke posisi WKI, maka terbitnya Matahari bergeser ke belakang menjadi di sekitar pukul 04:30 waktu sipil setempat. Maka dengan jam masuk kerja pukul 07:00, tidak ada masalah bagi Jayapura. 

Yang kedua, terkait waktu Matahari dan waktu shalat. Waktu shalat merupakan implikasi langsung dari waktu Matahari. Sebagian besar penduduk Indonesia adalah Muslim sehingga posisi waktu shalat menjadi sangat penting di tengah-tengah waktu kerja. Waktu shalat yang beririsan dengan waktu kerja adalah shalat Dhuhur dan 'Ashar. Waktu Dhuhur per definisi dimulai dari saat Matahari tepat meninggalkan posisi transit (yakni posisi dimana bayang-bayang yang ditimbulkannya tepat berarah utara-selatan) atau posisi zawal/istiwa' dan berakhir pada awal waktu 'Ashar. Sementara waktu 'Ashar dimulai saat panjang bayang-bayang benda yang tersinari Matahari tepat sama dengan panjang bendanya. 
Kurva awal waktu Dhuhur sepanjang tahun dan rentang waktu jam istirahat siang untuk kota Semarang. Atas : pada posisi zona WIB dengan waktu istirahat pukul 12:00 hingga 13:00. Bawah : pada posisi zona WKI dengan rentang waktu istirahat yang penulis usulkan.

Kurva Matahari terbit sepanjang tahun dan fenomena sekelilingnya (waktu Imsak, Shubuh dan Dhuha) beserta garis waktu jam masuk kerja untuk kota Semarang. Atas : pada posisi zona WIB dengan jam masuk pukul 07:00. Bawah : pada posisi zona WKI dengan jam masuk yang penulis usulkan.

Bagi Banda Aceh, pada posisi zona WIB maka awal waktu Dhuhur sepanjang tahun bervariasi di antara pukul 12:30 hingga 13:00 waktu sipil setempat. Maka sebagian institusi di sana (khususnya yang menerapkan jam masuk pukul 08:00) menetapkan waktu istirahat siang pada pukul 13:00 hingga 14:00. Namun sebagian lainnya (khususnya yang menerapkan jam istirahat pukul 12:00 hingga 13:00) pun masih menjumpai awal waktu Dhuhur. Jika Banda Aceh berubah ke posisi WKI, maka awal waktu Dhuhur bergeser menjadi antara pukul 13:30 hingga 14:00. Maka memaksakan jam istirahat siang antara pukul 12:00 hingga 13:00 dalam sistem WKI bagi Banda Aceh jelas tidak efektif, karena jam istirahat terjadi sebelum awal waktu Dhuhur. Padahal jam istirahat siang di Indonesia bukan hanya sekedar untuk melepas lelah ataupun bersantap siang, namun juga digunakan untuk menunaikan ibadah shalat Dhuhur. Dan percuma menunaikan shalat Dhuhur jika waktunya saja belum masuk. 

Problem Banda Aceh memang tidak begitu terasa di Semarang. Bagi kota ini pada posisi zona WIB maka awal waktu Dhuhur sepanjang tahun bervariasi di antara pukul 11:30 hingga 12:00 waktu sipil setempat. Jika Semarang berubah ke posisi WKI, maka awal waktu Dhuhur bergeser menjadi antara pukul 12:30 hingga 13:00. Dengan rentang jam istirahat siang antara jam 12:00 hingga 13:00 untuk posisi WKI, Semarang masih menjumpai awal waktu Dhuhur. Meski ritme istirahat siang di sini sedikit berubah dengan shalat Dhuhur baru bisa dilaksanakan menjelang waktu istirahat berakhir. Pun demikian bagi Jayapura. Bagi kota ini pada posisi zona WIT maka awal waktu Dhuhur sepanjang tahun bervariasi di antara pukul 11:30 hingga 12:00 waktu sipil setempat. Jika Jayapura berubah ke posisi WKI, maka awal waktu Dhuhur bergeser lebih awal menjadi antara pukul 10:30 hingga 11:00. Sehingga tidak bermasalah dengan waktu istirahat siang ala WKI. 
Kurva awal waktu Dhuhur sepanjang tahun dan rentang waktu jam istirahat siang untuk kotaJayapura. Atas : pada posisi zona WIT dengan waktu istirahat pukul 12:00 hingga 13:00. Bawah : pada posisi zona WKI dengan rentang waktu istirahat yang penulis usulkan.

Kurva Matahari terbit sepanjang tahun dan fenomena sekelilingnya (waktu Imsak, Shubuh dan Dhuha) beserta garis waktu jam masuk kerja untuk kota Jayapura. Atas : pada posisi zona WIT dengan jam masuk pukul 07:00. Bawah : pada posisi zona WKI dengan jam masuk yang penulis usulkan.

Dari contoh tersebut jelas bahwa penerapan waktu kerja dengan model WKI yang telah diusulkan saat ini berpotensi menimbulkan implikasi Serius, khususnya di propinsi-propinsi terbarat Indonesia. Ketika waktu istirahat siang di Banda Aceh tidak bertepatan dengan waktu Dhuhur, maka pada praktiknya akan terjadi dua kali istirahat siang, yakni yang resmi (antara pukul 12:00 hingga 13:00) dan tambahan-sendiri (setelah memasuki awal waktu Dhuhur). Mengecualikan kawasan ini dari model umum WKI takkan menyelesaikan masalah, karena justru bertentangan dengan semangat awal WKI untuk menyatukan ritme kerja di seluruh Nusantara.

Mengapa per 17 Agustus 2012 ?

Hal lain yang bikin dahi berkerut adalah ide penerapan WKI per 17 Agustus 2012 mendatang. Meski tanggal itu memang tanggal keramat bagi penduduk Indonesia, namun mengapa per 17 Agustus 2012 ?

Memang tidak ada aturan baku kapan perubahan zona waktu bagi suatu negara mulai diterapkan. Reformasi kalender Gregorian misalnya, ditetapkan efektif per 4 Oktober 1582. Namun pasca Konferensi Meridian Internasional 1884, perubahan tersebut pada umumnya berlaku per 1 Januari. Pertimbangannya lebih pada psikologi massa. 1 Januari merupakan awal bagi tahun yang baru, awal lembaran baru dan awal bagi hari kerja baru (setelah libur akhir tahun) sehingga dipandang lebih tepat untuk menerapkan aturan baru dengan dampak psikologi massa seminimal mungkin. Ini bisa kita lihat misalnya pada perubahan zona waktu di Filipina, Kiribati, Kep. Tonga serta belakangan Samoa dan Kep. Tokelau. Indonesia pun, pada penyederhanaan 1973 dan penataan ulang 1988 juga memulainya pada 1 Januari. Jadi mengapa implementasi WKI tidak diterapkan per 1 Januari 2013 ?

Selain itu pemilihan 17 Agustus 2012 pun problematis mengingat tanggal ini bertepatan dengan akhir Ramadhan 1433 H dan umat Islam Indonesia sedang bersiap-siap merayakan Idul Fitri 1433 H. Memperhatikan konfigurasi posisi Bulan dan Matahari pada 17 Agustus 2012, Idul Fitri memang akan dirayakan pada hari yang sama (tanpa perbedaan seperti pada 2011), namun hari raya ini juga sekaligus momen rekonsiliasi setelah awal Ramadhan 1433 H kemungkinan berbeda antara keputusan pemerintah (c.q. Kementerian Agama) dengan ormas Islam seperti Muhammadiyah. Jadi, apakah tidak menambah masalah baru ketika implementasi WKI dilaksanakan pada situasi seperti itu? Nampak jelas bahwa keputusan implementasi WKI dengan pola waktu kerjanya tidak menyertakan unsur Kementerian Agama.

Rumusan Ideal

Mengingat situasi seperti itu, maka tak mengherankan bila Prof. Thomas Djamaluddin menyarankan agar WKI dibatalkan saja dan digantikan oleh sistem dua zona waktu. Menurutnya sistem dua zona waktu akan mampu mengeliminir implikasi-implikasi tersebut di atas.

Dalam hemat penulis, jika memang WKI hendak diterapkan di Indonesia (dan tidak bisa digantikan oleh alternatif lain), sebaiknya ada perubahan pada waktu kerja ala WKI. Dalam sistem lima hari kerja, jam masuk kerja sebaiknya diundur ke jam 08:00 sementara jam istirahat siang antara jam 13:00 hingga 14:00 dan jam pulang pada pukul 17:00. Dengan demikian problem di Banda Aceh dan sekitarnya relatif teratasi. Memang pengaturan ini tidak sepenuhnya ideal. Bagi Jayapura, jam masuk kerja pukul 08:00 terjadi tatkala Matahari sudah cukup tinggi di langit timur (yakni di sekitar 40-45 derajat), sementara pada saat pulang kerja Matahari sudah terbenam. Namun pengaturan model ini relatif lebih bisa diterima, mengingat orang lebih bisa menerima pulang kerja terlambat (baca : setelah terbenamnya Matahari) ketimbang harus masuk pagi-pagi buta. 

Selain itu, implementasi WKI sebaiknya mulai berjalan per 1 Januari 2013. Pertimbangannya, selain meminimalkan gejolak publik (meskipun gejolaknya takkan bakal separah resistensi kenaikan harga BBM), tidak terburu-buru dan juga menyediakan rentang waktu lebih lama guna melaksanakan sosialisasi. Tidak seperti sekarang, dimana penjelasan tentang penyatuan zona waktu ke dalam WKI masih sepotong-sepotong dan hanya berkutat pada "keuntungan-keuntungan" penerapan WKI (dari aspek ekonomi) tanpa mempertimbangkan aspek religi dan kultural. Kita belum mendapatkan satu gambaran utuh bagaimana Indonesia setelah penerapan WKI, khususnya dari dua kawasan ekstrim : kawasan terbarat dan tertimur Indonesia. Janganlah pembicaraan mengenai WKI hanya datang dari kementerian-kementerian bidang ekonomi tanpa menyertakan Kementerian Agama, padahal WKI memiliki implikasi cukup luas dalam aspek religi (khususnya bagi Umat Islam di Indonesia).

Bintang Meledak di Galaksi M95

Sebuah peristiwa bintang meledak atau supernova teramati telah terjadi di galaksi M95. Dalam katalog Charles Messier, galaksi M95 merupakan galaksi spiral yang mengagumkan namun agak sulit diamati mengingat tingkat terangnya +9,7 sehingga dibutuhkan teleskop dengan cermin/lensa obyektif berdiameter minimal 50 mm. Galaksi M95 menjadi salah satu target yang menarik karena dalam bulan Maret 2012 ini posisinya kebetulan bersebelahan dengan Mars, planet yang baru saja mengalami oposisi. Karenanya galaksi ini segera mendapatkan perhatian luas tatkala sebuah supernova terjadi di sana.

Galaksi M95 terletak di dalam rasi bintang Leo. Galaksi ini berjarak 32,6 juta tahun cahaya dari Bumi dan memiliki bentuk spiral dengan pusat galaksi yang terang karena cukup aktif. Galaksi memiliki diameter 70.000 tahun cahaya dan diperkirakan massanya setara dengan 50 milyar Matahari kita. Lengan–lengan galaksi ini hampir membentuk sebuah cincin yang amat besar yang dikenal sebagai cincin luar. Sebuah cincin lainnya diketemukan berada di sekitar pusat galaksinya, yang dikenal sebagai cincin dalam. Cincin dalam memiliki diameter 3.300 tahun cahaya dan merupakan kawasan pembentukan bintang–bintang di galaksi tersebut, yang ditandai dengan banyaknya sumber–sumber sinar ultraungu dan sinar–X yang kuat. Sebagai kawasan pembentukan bintang, diperkirakan terdapat sedikitnya 1.000 sisa supernova pada cincin dalam ini dan rata–rata setiap 500 tahun sekali terjadi sebuah peristiwa supernova. Namun supernova yang terjadi barusan tidak berlokasi pada cincin dalam ini, melainkan pada salah satu lengan galaksinya.

Supernova di lengan galaksi M95 pertama kali dideteksi oleh J. Skvarc, astronom profesional yang bekerja pada observatorium Crni Vrh (Slovenia) pada dinihari 18 Maret 2012 waktu Indonesia. Saat sedang mengamati citra–citra digital hasil bidikan teleskop Cichoki berdiameter 60 cm + CCD, Skvarc mendapati bintik cahaya aneh di lengan galaksi M95 dengan tingkat terang +13. Bintik cahaya aneh itu tersaji dalam empat citra digital yang masing–masing merekam dengan waktu paparan 60 detik.
Citra penemuan supernova SN 2012aw oleh Skvarc (Slovenia). Supernova ditandai dengan dua anak panah. Angka 1,2,3 dan 4 merupakan bintang penanda untuk memudahkan identifikasi. Garis-garis lurus yang melintasi bintang (2) adalah kilauan cahaya dari Mars.

Merasa tidak pernah menyaksikan bintik cahaya aneh di posisi itu sebelumnya, Skvarc membongkar arsip observatorium guna mencari citra–citra galaksi M95 yang pernah diambil sebelumnya. Upayanya berhasil menemukan sedikitnya tujuh citra galaksi M95, masing–masing berasal dari tanggal 25 April 2005, 1 Mei 2005, 4 Mei 2006, 22 November 2008, 13 Februari 2010, 24 Februari 2010 dan 15 Februari 2012. Ketujuh arsip itu dengan jelas memperlihatkan tidak adanya bintik cahaya aneh seperti diamati Skvarc. Maka bergegas Skvarc melapor ke Central Bureau of Astronomical Telegram (CBAT). Sesuai prosedur, penemuannya segera diklasifikasikan sebagai kandidat supernova dengan kode PSN J10435372+1140177. 

Konfirmasi segera datang dari Italia.  Adalah Paolo Fagotti yang melaporkan, sehari sebelum penemuan Skvarc ia juga mengamati galaksi M95 dengan menggunakan teleskop pemantul 50 cm + kamera MX916. Dan di antara citra–citra digital yang didapatnya, terdapat lima citra yang memperlihatkan bintik cahaya asing di lokasi yang sama walaupun 9 kali lebih redup. Ini memastikan PSN J10435372+1140177 memang benar–benar supernova sehingga kemudian dikodekan ulang sebagai supernova SN 2012aw. Supernova SN 2012aw terletak pada deklinasi +11° 40’ 17,7” dan ascensio recta 10 jam 43 menit 53,72 detik (J2000,00). Relatif terhadap pusat galaksi M95, supernova ini terletak sejauh 20.500 tahun cahaya di sebelah barat dayanya.
Galaksi M95, diabadikan pada 2009 silam. Angka 1, 2, 3 dan 4 adalah bintang oenanda.

Observasi lanjutan secara terpisah masing–masing oleh tim astronom Hiroshima University (Jepang) dan Instituto Nazionale di Astrofisica Padova (Italia) memperlihatkan supernova ini memiliki tingkat terang +13. Spektrum supernova ini merupakan spektrum kontinu biru yang kuat, menandakan bahwa supernova ini memang baru saja terjadi dan hendak mencapai puncak kecemerlangannya. Spektrum supernova SN 2012aw konsisten dengan ciri–ciri supernova tipe II yakni supernova yang diikuti dengan keruntuhan inti bintang induknya. Spektrum yang sama juga memperlihatkan bahwa dalam supernova ini, puing–puing bintang induk yang meledak tersebut memancar ke segala arah menjauhi pusat ledakan dengan kecepatan cukup tinggi, yakni mencapai 15.000 km/detik. 

Analisis Skvarc pada arsip observasi teleskop ruang angkasa Chandra menunjukkan hasil mengejutkan. Posisi supernova SN 2012aw ternyata hanya berselisih 3,3 detik busur (0,9 miliderajat) terhadap posisi bintang S8, yakni sebuah bintang pemancar sinar–X cukup kuat yang melepaskan energi setara dengan 6.200 Matahari kita. Memang tidak ada jaminan bahwa bintang inilah yang menjadi bintang induk supernova SN 2012aw, karena bisa saja bintang induk tersebut adalah bsalah satu anggota gerombolan bintang padat ataupun bintang lain yang tersembunyi dibalik bintang S8. Namun karakteristik bintang S8 yang amat energetik mendekati ciri–ciri bintang induk supernova SN 2012aw. Sebagai supernova tipe II, maka bintang induk supernova SN 2012aw haruslah bintang massif dengan massa antara 8 hingga 12 kali Matahari kita sehingga melepaskan energi yang teramat besar pula. Untuk memastikannya, analisis lebih lanjut terus dilakukan.

Supernova merupakan salah satu tahap krusial yang harus dilalui bintang–bintang dalam perjalanan hidupnya. Sebuah bintang pada dasarnya bisa ada sebagai akibat terjadinya keseimbangan antara tekanan radiatif produk reaksi fusi termonuklir di intinya dengan tarikan gravitasi akibat massanya sendiri. Tekanan radiatif terus berusaha mendorong bintang meluas menjauhi intinya, sebaliknya gravitasi memaksa bintang mengerut menuju intinya. Namun keseimbangan ini tidak bertahan terus–menerus. Tatkala Hidrogen mulai habis, keseimbangan terganggu dan gravitasi membuat bintang mengerut dan mulailah berlangsung reaksi fusi termonuklir pada Helium yang menghasilkan Karbon sehingga bintang mengembang kembali. Situasi yang sama pun berulang sehingga materi dalam inti bintang terus berubah menjadi unsur yang lebih berat hingga akhirnya terbentuk Besi. Kian beratnya unsur materi yang terbentuk diimbangi dengan kian cepatnya ia diubah menjadi unsur berikutnya. Jika sebuah bintang memerlukan waktu 10 juta tahun untuk mengubah Hidrogen menjadi Helium, maka selanjutnya ia  hanya butuh waktu 1 juta tahun untuk mengubah Helium menjadi Karbon. Selanjutnya Karbon diubah menjadi Oksigen hanya dalam 300 tahun dan Oksigen pun diubah menjadi Silikon hanya dalam 20 tahun. Dan akhirnya Silikon diubah menjadi Besi hanya dalam 2 hari.

Terbentuknya Besi membuat reaksi fusi termonuklir berhenti karena tak mungkin reaksi tersebut menciptakan unsur yang lebih berat dari Besi. Akibatnya tekanan radiasi pun menghilang dan gravitasi mengambil alih semuanya. Bintang pun mengerut sehingga di dalam inti bintang terjadi peruraian kembali Besi menjadi Helium dan selanjutnya terus terurai menjadi proton dan neutron. Sebaliknya dalam selubung dan kerak bintang terjadi peningkatan suhu mendadak yang membakar sisa–sisa Hidrogen dan Helium dalam reaksi fusi termonuklir amat dahsyat dengan pancaran energi jutaan kali lipat dibanding normal. Inilah supernova. Supernova memaksa kerak dan selubung bintang terpentang keluar sebagai remah–remah ledakan bintang. Sebaliknya inti bintang tak terpengaruh dan terus mengerut.

Pengerutan memaksa proton, elektron dan neutron berjajar amat dekat sekaligus meningkatkan energinya sehingga memungkinkan proton dan elektron bereaksi membentuk neutron. Gaya ikat antar neutron lantas mengemuka sehingga pengerutan akibat gravitasi berhasil dihentikan. Kini hanya tersisa segumpal benda yang amat padat dan hampir sepenuhnya tersusun dari neutron, yang dikenal sebagai bintang neutron. Sebuah bintang neutron memiliki diameter antara 10 hingga 15 km dengan kepadatan amat tinggi, sehingga sesendok makan materi bintang ini memiliki berat ratusan juta ton. Bintang neutron yang terbentuk akan berotasi sangat cepat dan memiliki medan magnetik amat kuat sehingga menjadikannya sebagai sumber pemancar gelombang elektromagnetik di langit dengan pulsa amat teratur. Inilah pulsar.

Supernova merupakan peristiwa wajar di jagat raya. Setiap tahunnya rata–rata teramati 300 kejadian bintang meledak, namun angka sesungguhnya pasti lebih besar dari itu. Banyak faktor yang menyebabkan bintang meledak tidak terlihat dari Bumi. Selain jauhnya lokasi bintang induknya, adanya debu–debu antar bintang membuat sebagian cahaya supernova terhamburkan sehingga sudah cukup lemah saat tiba di Bumi. Dan banyak peristiwa bintang meledak yang tidak melampaui batas resolusi mata manusia sehingga takkan terlihat dengan mata telanjang. Sehingga peristiwa supernova SN 2012aw menyajikan kesempatan langka bagi kita menyaksikan bekerjanya alam semesta yang mengagumkan.

Tomcat, Serangga Pesawat Tempur

Tomcat! Ini dia serangga yang mendadak jadi beken. Sayangnya, ia beracun. Ah, racunnya bisa bikin kulit terasa gatal-gatal. Ckckckck. Serangan serangga ini sudah mulai menyebar di daerah Surabaya. Hmm, kita cari tahu, yuk!

Tomcat, serangga tempur!
Pesawat tempur itu bergerak sangat cepat. Serangannya pun meluncur dengan dahsyat. Begitulah kurang lebih cara kerja si Tomcat. Serangga yang satu ini bentuknya mirip pesawat tempur F-14.
Tomcat

Kepalanya hitam, sementara itu di bagian dada  dan perut berwarna orange dan mencolok. Warna mencolok itu menandakan, jika ia makhluk yang beracun.

Menurut Guru Besar Ilmu Serangga dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Pak Aunu Rauf, yang dikutip dari Kompas.com , mengungkapkan serangga tomcat adalah serangga yang tak asing bagi masyarakat Indonesia.

Di beberapa wilayah Indonesia, serangga tomcat sering kali disebut semut kanai atau semut kayap. Menurut Pak Aunu, tomcat merupakan spesies kumbang Paederus fuscipes .
Nah, kalau nama tomcat itu asalnya dari nama sebuah produk pembasmi pestisida di luar negeri. Selain itu, nama ini juga digunakan sebagai merek produk pengontrol populasi hewan pengerat dan produk lem semut.


Racun pembuat gatal

Serangga bernama Tomcat memang beracun tapi enggak seperti racun bisa ular kobra. Racunnya justru bikin gatal dan kemerahan.
Warga Surabaya yang terkena wabah Tomcat pun merasakan hal yang serupa. Setelah terkena racun, kulit jadi gatal lalu timbul bintik-bintik merah. Kalau makin parah, dia akan menjadi luka dan berair. Waduh, serem juga, nih!
Racun paederi inilah yang menyebabkan kulit terasa gatal. Karena itu, kalau ada Tomcat jangan dipencet karena ia bisa mengeluarkan cairan racun. Sebaiknya disemprot dengan cairan pembasmi pestisisda.

Sudah terlanjur kena racunnya? Ayo, cepat-cepat cuci bagian kulit tersebut dengan air dan sabun beberapa kali supaya racun bisa berkurang.
Kalau, masih belum sembuh juga, pergi ke dokter kulit, yah. Nanti, dokter akan memberikan salep yang mengandung salep Hydrocortisone 1 persen. Yuk, beritahu teman-teman tentang si Tomcat ini!

Sabtu, 24 Maret 2012

Spek PC yang disarankan

Spek PC yang harus dipenuhi agar nyaman dalam bemain game

                                     Minimum                   Sebaiknya      
OS                        Windows XP SP3       Windows XP SP3
CPU Pentium3       600 Mhz                     Pentium4 1,6 Ghz
Memory                256 Mb                       1000Mb
Graphic                 RivaTNT2                   Geforce 4
DirectX                 DirectX 9,0c                DirectX 9,0c
HDD                    700Mb                        1000Mb